|
Alfaqir bersama Walid Dr. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, MA. di depan masjid dan makam Imam Syathibi |
Walid Ahsin adalah sosok kyai yang masyhur namanya, baik di kancah nasional maupun internasional. Beliau terkenal sebagai pakar ilmu alquran dan qiraat Indonesia. Kenamaan beliau di bidang ilmu alquran, tafsir dan qiraat di Indonesia begitu banyak. Beliau merupakan salah satu lajnah penashih alquran di Indonesia, mantan rektor IIQ, dosen di berbagai universitas, penasihat di berbagai pesantren alquran di Indonesia dan banyak karir kenamaan beliau lainnya dalam bidang alquran dan qiraat di Indonesia.
Beliau juga terkenal di kancah internasional. Beliau seringkali mendapatkan undangan untuk menjadi lajnah tahkim (dewan juri) lomba MHQ Internasional. Beliau sudah mengililingi berbagai negara untuk menjadi dewan juri MHQ Internasional tersebut.
Walid Ahsin merupakan Doktor lulusan Kulliyatul-Qur’an wa Dirasah Islamiyyah dari Al-Jami`ah Al-Islamiyah, Madinah. Oleh karena itu, kemahiran dan kecintaan beliau terhadap alquran, ilmu-ilmu alquran dan qiraat tidak perlu diragukan lagi.
Karya-karya beliau dalam ilmu alquran dan qiraat begitu banyak. Bahkan, beliau memiliki satu karangan kitab berbahasa arab berjudul منبع البركات في سبع قراءات yang kini dipelajari oleh banyak murid beliau yang menekuni qiraat di Indonesia.
Beliau memiliki banyak murid di berbagai belahan pulau di Indonesia. Salah satunya, beliau mengasuh sebuah halakah yang diberi nama ‘Halaqoh Qira’at Al Walid Dr. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, MA.’ Dalam halakah ini, beliau mengajar ilmu-ilmu qiraat sab’ah dan ‘asyroh dengan metode yang beliau kembangkan sendiri.
Dalam satu pertemuan, Walid mengkaji kitab karya beliau (manba’ al barakat) terlebih dahulu, kemudian seorang murid menyetorkan hafalan nadzom syathibiyyah tersebut dan menyetorkan hafalan qiraat sab’ah atau ‘asyroh sughro dengan metode jama’. Setelah semuanya selesai, kemudian beliau mempraktekkan nadzom-nadzom syathibi tersebut kedalam contoh-contoh yang ada di dalam alquran. Kemudian, halakah diakhiri dengan tilawah mujawwadah bi al qiraat as sab’ah oleh qori-qori nasional dan internasional yang juga mengikuti halakah tersebut.
Walid Ahsin bercerita, pada suatu hari, dalam halakah tersebut Walid mengatakan kepada murid-muridnya. “Kita semua ini mengkaji dan menghafal nadzom syathibiyyah karya Imam Syathibi, tapi sesekali pun belum pernah kita menziarahi makam beliau. Bagaimana ketika nanti kita sama-sama ziarah ke makam beliau di Mesir sekaligus ziarah Imam Syafi’i dan ulama-ulama lainnya yang dimakamkan di Mesir?”. Kemudian para murid menyambut ajakan dan harapan beliau tersebut dengan senang hati dan penuh antusias. Akhirnya, dibuatlah agenda Rihlah Ilmiah dan Wisata Religi dalam halakah tersebut.
Hari demi hari, tibalah saatnya beliau mengunjungi Mesir bersama istri beliau, Umi Habibah, anak-anak, menantu dan cucu setelah melaksanakan ibadah umroh terlebih dahulu selama 10 hari. Beliau tiba di Mesir pada tanggal 19 November 2023. Akan tetapi, jama’ah halakah beliau tiba di Mesir pada tanggal 22 November 2023. Beruntung sekali, dalam kesempatan sebesar ini, saya diberikan mandat langsung oleh beliau sekeluarga untuk menemani dan mengurusi perjalanan beliau selama di Mesir.
Pada hari Kamis tanggal 23 November 2023, sehari setelah kedatangan jama’ah beliau di Mesir, aku memang sengaja langsung menjadwalkan ziarah Imam Syathibi di hari kedua setelah kedatangan para jama’ah tersbut. Mengapa? Karena memang agenda utama Walid Ahsin dan para jama’ahnya adalah bisa ziarah langsung ke makam Imam Syathibi dan membaca nadzom syathibiyyah didepan makamnya.
Akan tetapi, sebelum ziarah ke Imam Syathibi, aku membuat rute untuk berziarah ke makam-makam di Syari’ Al Asyrof, makam para ahlu bait Nabi Muhammad SAW yang berada di Kairo terlebih dahulu. Karena, sayang sekali jika melewatkan ziarah ke makam-makam ahlu bait itu. Dan pikirku, ziarah Imam Syathibi baiknya dijadwalkan pada siang menjelang sore hari mengingat makam beliau dan masjidnya sudah lama ditutup dan jarang sekali dibuka oleh penjaganya.
Pukul 10.00 waktu Kairo, para jama’ah tiba di homestay tempat Walid Ahsin dan keluarga tinggal. Mereka bersilaturrahim kepada beliau terlebih dahulu karena sebelumnya halakah dilakukan melalui online dan para jama’ah agak kesulitan untuk bertemu dengan Walid Ahsin di Indonesia.
Para jama’ah tersebut, diantaranya adalah KH. Syam Amir (Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Al Imam ‘Ashim Makassar), Ustadz Masrur Ikhwan, SQ., MA. (Qori Internasional) bersama istrinya dan Ustadz Ahmad Fauzi (Pengasuh Asrama Tahfiz Ali Maksum, Krapyak, Jogjakarta).
|
Para Jamaah Halakah Qiraat bersama Walid Ahsin dan keluarga di homestay Madinat Nasir, Kairo. |
Kemudian, pukul 11.00 CLT kami berangkat dari homestay dan tiba di masjid Sayyidah Nafisah pada pukul 11.30 CLT. Kami langsung berziarah ke makam Sayyidah Nafisah, cicit Nabi Muhammad SAW.
|
Di halaman masjid Sayyidah Nafisah |
Setelah ziarah Sayyidah Nafisah dan ketika hendak melanjutkan ziarah ke makam ahlu bait lainnya, Walid Ahsin tiba-tiba merasa pusing dan panas dingin berkeringat. Akan tetapi, kami tetap melanjutkan perjalanan di Syari’ Al Asyrof tersebut dengan berjalan kaki. Ditengah-tengah perjalanan, Walid semakin merasa cemas akan apa yang beliau rasakan, akhirnya aku bergegas mencari tuktuk untuk pergi ke makam Sayyidah Ruqoyyah. Ditengah-tengah perjalanan menaiki tuktuk tersebut, beliau meminta kepadaku agar segera ziarah ke makam Imam Syathibi saja, agar setelahnya beliau bisa segera beristirahat di homestay. Namun, kami tetap pergi ke makam Sayyidah Ruqoyyah karena jarak sudah begitu dekat untuk sampai disana. Umi pun mencoba membantu menjelaskan kepada Walid bahwa memang ini rute yang harus kita lakukan agar sesuai jadwal perjalanan.
Setibanya di depan masjid Sayyidah Ruqoyyah, Walid sudah lagi tidak kuat untuk melangkahkan kaki untuk berziarah ke makam beliau. Alhasil, Walid meminta untuk beristirahat dan duduk di depan pelataran masjid Sayyidah Ruqoyyah sebari bertawassul kepada beliau. Adapun Umi dan anak-anaknya, para jama’ah dan para santri melakukan ziarah langsung di depan makam Sayyidah Ruqoyyah.
Setelah para jama’ah selesai ziarah, aku, Walid Ahsin, Umi Habibah dan Yayu Royya (anak ketiga beliau) bergegas menaiki tuktuk dan langsung mencari coaster yang kami sewa agar Walid bisa segera beristirahat didalam mobil. Naasnya, sopir coaster tersebut agak lama menjawab telfonku dan dia memindahkan coasternya dari tempat berhenti di parkiran sebelumnya.
Dalam keadaan demikian, Walid dan keluarga hanya bisa berdiri menunggu coaster tiba di samping taman bunderan depan makam Sayyidah Nafisah. Padahal, cuaca tidak begitu terik dan kami tidak merasa kepanasan. Tetapi, Walid terus menerus mengeluh merasa panas dan ingin segera berziarah ke makam Imam Syathibi saja agar bisa segera beristirahat.
Akhirnya, setelah mobil coaster tiba, kami bergegas pergi menuju makam Imam Syathibi di daerah Al Abageyah, El Khalifa, Kairo. Jarak dari pemakaman ahlu bait ke makam Imam Syathibi tidak begitu jauh, kurang lebih 4 km. Tetapi, perjalanan menuju ke makam Imam Syathibi cukup sulit. Karena jalanan disana terkena dampak pembangunan jembatan layang. Masih banyak jalanan yang berbentuk pasir bak gurun. Kita juga harus melewati pemukiman warga ditengah-tengah pemakaman yang cukup sempit, bahkan kita harus mengangkat ranting-ranting pohon yang menjuntai ke jalanan agar mobil bisa melewati jalanan tersebut. Belokan demi belokan di tengah-tengah daerah pemakaman qorofah sughro kami lewati hingga akhirnya tiba di belokan akhir menuju makam Imam Syathibi. Aku langsung turun dari mobil dan lari menuju makam Imam Syathibi. Aku berhenti sejenak sambil tercengang bahagia dan haru di depan pelataran makam beliau, tidak menyangka jika pintu masjidnya terbuka dan terdapat penjaga makamnya.
Penjaga makam tersebut bernama Ustadz Hamid, seorang pria paruh baya yang tinggal di sekitar makam Imam Syathibi. Aku segera mengabarkan kepada beliau, bahwa akan ada kyaiku, seorang ulama ahli qiraat dari Indonesia yang ingin berziarah ke makam Imam Syathibi bersama keluarga dan jama'ahnya. Beliau spontan mempersilahkanku untuk memanggil para jama'ah yang masih berada di dalam mobil dan beliau segera masuk ke masjid untuk membereskan tempat berziarah dan menghidupkan lampu.
Masih teringat dan akan selalu kuingat hingga akhir hayatku, aku menggenggam tangan Walid Ahsin untuk memasuki masjid Imam Syathibi dan jalan menuju makam beliau. Aku semakin merasa terharu seraya bersyukur dalam hati karena telah diberi kenikmatan oleh Allah sebesar dan seindah ini. Seseorang yang memiliki mimpi bisa 'alim dan 'amil dalam ilmu alquran dan qiraat, bisa mengantarkan seorang pakar ilmu alquran dan qiraat Indonesia untuk bersimpuh dan bertawassul kepada sang empunya ilmu qiraat, Al Imam Qasim bin Firruh bin Ahmad Al Syathibi Al Ru'aini Al Andalusi.
Walid berdiri menghadap makam Imam Syathibi, mengucapkan salam, kemudian duduk di kursi. Kami para jama'ah duduk bersimpuh di belakang mengelilingi Walid. Walid kemudian memimpin kami membaca tahlil, kemudian mengakhirinya dengan do'a. Di tengah-tengah do'a seusai tahlil, tak terasa aku hampir meneteskan air mata. Sungguh, aku tidak mendramatisasi tulisan ini, aku memang merasa benar-benar terharu saat itu. Suasana begitu tenang, damai dan penuh khidmah. Setelah memimpin tahlil dan do'a, raut wajah mulia Walid Ahsin kembali segar dan kemudian bersemangat mengajak kami untuk sama-sama membaca nadzom syathibiyyah di depan makam pengarangnya langsung.
Kami membaca nadzom syathibiyyah bersama-sama dengan suara lantang, suasana masjid Imam Syathibi begitu tenang meskipun bergemuruh dengan suara lantunan nadzoman yang kami baca. Kami membaca dari awal mukadimah nadzom syathibiyyah hingga akhir kaidah ushul al qiraat (444 nadzom bahr thowil) selama kurang lebih satu jam. Walid sama sekali tidak meminta untuk berhenti sejenak untuk minum air putih, beliau dengan seksama membaca dan melantunkan nadzom syathibiyyah bersama kami hingga selesai. Beliau seperti seorang murid yang sedang belajar dan setor hafalan kepada gurunya langsung. Berkali-kali aku menatap wajah beliau di tengah-tengah melantunkan nadzoman, aku melihat beliau penuh semangat dan penuh khidmah dalam melantunkan nadzom tersebut.
Setelah selesai membaca nadzoman, beliau meminta muridnya, K.H. Syam Amir untuk membaca surah al fatihah dan 5 ayat awal surah al baqoroh dengan jama' qiraat 'asyroh. Kemudian setelahnya, beliau juga meminta Ust. Masrur Ikhwan untuk melantunkan tilawah mujawwadah qiraat sab'ah ayat ke-6 surah albaqoroh. Beliau berkata, bahwa kita sekarang anggap saja seperti sedang berhadapan langsung dengan Imam Syathibi. Kita bertabarruk (ngalap berkah) kepada Imam Syathibi dengan setoran qiraat langsung kepada beliau.
Setelah semuanya selesai, kemudian beliau menghadap kami, para jama'ah untuk menyampaikan
mau'izoh hasanah dan motivasi kepada kita semua. Beliau menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah kepada kita bisa berziarah kepada Imam Syathibi dan setoran nadzoman syathibiyyah didepan makamnya. Beliau juga memotivasi kami agar terus mempelajari ilmu-ilmu alquran, khususnya qiraat. Salah satunya, dengan mempelajari matan syathibiyyah, sebuah karya ilmiah yang sangat gemilang dan tidak ada tandingannya hingga saat ini. Dan nadzom tersebut memberikan keberkahan kepada kita semua sehingga kita bisa mempelajari ilmu
qiraat sab'ah hingga saat ini dan seterusnya.
Beliau berkata, sebagai rasa tasyakkur kita, kita berziarah ke makam Imam Syathibi ini. Dan ini merupakan anugerah besar yang harus kita syukuri, bisa dipertemukan dengan makam Imam Syathibi disaat makam-makam di Mesir banyak yang digusur karena proyek pembangunan negara.
Dahulu, saat sedang menimba ilmu di Madinah, Walid pernah ke Mesir pada tahun 1977. Akan tetapi, beliau hanya melewati daerah qorofah sughro saja tanpa berziarah ke makam Imam Syathibi ini.
Beliau berdo'a, mudah-mudahan dengan kita berziarah dan setoran langsung kepada Imam Syathibi, kita mendapatkan keberkahan dari Allah SWT, aamiin ya robbal 'aalamiin.
Beliau juga menyampaikan, bahwa janganlah memakai logika dalam hal-hal semacam ini. Akan tetapi, gunakanlah rasa hati kita. Karena jika dipikir secara logika, bagaimana mungkin kita bisa setoran kepada Imam Syathibi. Adapun terkait bagaimana dalam kenyataannya Imam Syathibi mendengarkan kita atau tidak, itu terserah saja, itu bukan merupakan kekuasaan kita. Jadi, beginilah salah satu cara kita menyampaikan kecintaan kita kepada beliau. Mudah-mudahan, dengan kegiatan semacam ini, tawassul kita kepada Imam Syathibi bisa menjadikan kita menjadi orang-orang yang ahlul quran, shohibul quran dan menjadi orang-orang yang mendapatkan syafaat alquran di hari akhir nanti, aamiin ya robbal 'aalamiin.
Setelah selesai foto-foto di dalam dan di luar makam Imam Syathibi, saat Walid Ahsin hendak menuju mobil, beliau disambut dengan pelukan hangat Umi Habibah, istri beliau tercinta. Umi menyampaikan selamat kepada Walid karena telah bertemu dengan yang dicintainya dan sudah sejak lama berharap hari ini terjadi.
Kemudian saat perjalanan pulang, Umi menyampaikan kepadaku bahwa ini semua merupakan skenario yang sudah Allah rencanakan untuk kita. Bagaimana mungkin, Walid yang awalnya sehat wal 'afiat dan berantusias untuk berziarah, tetapi di tengah-tengah perjalanan tiba-tiba beliau merasakan pusing dan panas. Ternyata, itu semua seperti diarahkan oleh Allah SWT agar kami segera pergi ke makam Imam Syathibi setelah berziarah di makam Sayyidah Ruqoyyah. Jika saja kami melanjutkan ziarah ke Sayyidah Sukainah, mungkin kami tidak bisa lama-lama berziarah di makam Imam Syathibi, atau mungkin kami datang kesini dengan keadaan masjid yang tertutup seperti biasanya. Karena sang penjaga sudah menyuruh kami untuk segera meninggalkan makam karena beliau ingin segera pergi bekerja.
Sekian apa yang bisa saya tulis dari pengalaman saya, bisa berziarah langsung ke makam Imam Syathibi dengan Walid Ahsin. Tentunya, ini akan menjadi sebuah kenang-kenangan bagi saya dan semoga bisa memotivasi saya agar lebih giat lagi dalam menghafal nadzom syathibiyyah dan mempelajari ilmu-ilmu alquran khususnya qiraat agar bisa meneladani sosok Walid Ahsin Sakho Muhammad, aamiin ya robbal 'aalamiin.
|
Foto bersama seluruh jama'ah yang hadir dari awal hingga akhir. |
|
Alfaqir foto bersama dengan keluarga Walid Ahsin. |
Komentar
Posting Komentar